Pada Sabtu 24 Agustus 2019 lalu ada
sebanyak empat organisasi masyarakat atau ormas yang datang memenuhi panggilan
penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya. Keempat ormas yang hadir itu adalah
FKPPI yang diwakili Susi Rohmadi, Sekber Benteng NKRI diwakili Dj Arifin,
Sekber Benteng NKRI yang diwakili Arukat Djaswadi, dan Pemuda Indonesia yang
diwakili Basuki. Tetapi adanya satu ormas yang belum bisa memenuhi panggilan
penyidik yaitu Laskar Pembela Islam Surabaya yang diwakili Agus Fachrudin alias
Gus Din.
Dipanggilnya keempat ormas tersebut untuk dimintai keterangan tentang kasus perusakan bendera merah putih yang berada di depan asrama mahasiswa Papua, di Jalan Kalasan No 10, Surabaya. Didalam kasus ini status mereka sebagai saksi. AKBP Sudamiran selaku Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya mengatakan jika penyidik memanggil lima ormas untuk dimintai keterangan tentang adanya kasus perusakan bendera di Jalan Kalasan No 10 Surabaya. Dimana keempat ormas yang hadir itu untuk memenuhi panggilan penyidik. Sedangkan satu ormas lagi tidak bisa hadir memenuhi panggilan karena masih berada diluar kota. Pada saat dimintai keterangan oleh penyidik, para saksi dari masing masing ormas itu koperatif.
Didalam kasus tersebut juga sudah ada 42
mahasiswa asal Papua, dan 6 warga sekitar asrama mahasiswa Papua di Jalan
Kalasan No 10 Surabaya, yang telah diperiksa polisi. Irjen Luki Hermawan selaku
Kapolda Jawa Timur mengatakan jika pihaknya telah memeriksa 62 saksi terkait
dengan dugaan perusakan bendera merah putih di depan asrama Mahasiswa Papua
yang berada di Surabaya, Jawa Timur. Para saksi tersebut merupakan penghuni
asrama dan masyarakat umum disekitaran asrama. Dari 64 saksi tersebut adanya
dua saksi yang mengaku jika mereka melihat adanya 2 orang yang melakuka
perusakan bendera merah putih. Pada Senin 26 Agustus 2019, Luki mengatakan jika
adanya 2 orang saksi dari masyarakat umum yang melihat 2 orang merusak bendera
pada saat shalat Jumat. Pada saat itu adanya 2 orang yang mencabut bendera lalu
membuangnya. Tetapi sayangnya kedua saksi tersebut tidak mengetahui indentitas
kedua orang yang melakukan perusakan tersebut.
Dari 64 saksi yang diperiksa, sebanyak 42
diantaranya merupakan saksi yang merupakan penghuni asrama, sedangkan sisanya
adalah sebanyak 22 orang merupakan masyarakat umum. Luki menjelaskan jika kasus
perusakan bendera tersebut adalah inti dari masalahnya, karena peristiwa ini
kemudian melebar hingga keujaran rasial. Terjadinya kasus perusakan bendera
tersebut ditangani Polrestabes Surabaya. Sedangkan terjadinya kasus dugaan
rasisme telah didalam penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim. Untuk kasus rasisme
ini sudah adanya 7 orang yang diperiksa oleh Penyidik Polda Jatim, termasuk Tri
Susanti selaku korlap aksi.
Menurut berita Jawa Timur terkini, Tri
Susanti selaku korlap aksi protes perusakan bendera yang terjadi di depan
asrama Mahasiswa Papua, Surbaya, mendukung 10 jam di Markas Polda Jatim hingga
Selasa dini hari 27 Agustus 2019.
Terjadinya peristiwa perusakan bendera di
asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasa No 10 ini disebut sebagai pemicu
kerusuhan di sejumlah lokasi yang berada di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Diserbunya asrama mahasiswa Papua di Surabaya oleh Ormas karena merasa
tersinggung dengan adanya kabar perusakan bendera merah putih. Didalam aksi
perusakan tersebut kemudian muncullah tindakan rasisme yang ditujukkan kepada
para Mahasiswa asal Papua. Dan bahkan karena adanya kejadian tersebut ikut
ditahannya sejumlah oknum TNI.
0 comments
Posting Komentar
Kami tunggu saran dan kritik via kolom komentar